Mengelola JLN

Bagaimana mengelola JogjaLib.Net?

"Kebersamaan, keterbukaan dan berbagi"

JogjaLib.Net merupakan domain yang dikelola oleh Komunitas SLiMS Jogjakarta. Komunitas ini berdiri pada bulan Januari 2010 <lihat sejarah komunitas>.

Bagaimana sebenarnya pengelolaan komunitas ini?
Komunitas SLiMS merekatkan diri dengan menggunakan SLiMS sebagai namanya. Namun demikian kegiatan yang ada di dalamnya tidak hanya berkutat pada hal yang berbau teknologi. Komunitas SliMS juga ingin bergerak pada hal-hal non-teknologi murni. Misal minat baca, literasi, diskusi penelitian dan lain sebagainya.

Secara formal, komunitas ini belum memiliki keanggotaan yang pasti. Para pustakawan, mahasiswa perpustakaan, pegiat perpustakaan berkumpul dengan ikatan keinginan belajar bersama. Ketika para pegiat perpustakaan ini sudah banyak yang menggunakan SLiMS, maka ada inisiatif untuk menyatukan koleksi dalam sebuah portal katalog terpadu. <lihat kenapa bernama jogjalib>.

Bagaimana kami mengelola JLN?
Mengelola domain dan hosting, serta isi yang ada didalamnya dibutuhkan konsistensi, tenaga dan juga dana. Konsistensi dan tenaga kami lakukan dengan saling menopang dan berbagi peran.

Bagaimana dengan dana?
Pembayaran domain dan hosting JogjaLib.Net tidak mahal. Cukup dengan Rp. 90.000/tahun untuk domainnya, dan Rp. 45.000/3bulan untuk hosting 100MB (variasi harga ini juga bergantung pada penyedia jasa hosting). Biaya ini kami tutup dengan menyisihkan uang jasa instalasi, pelatihan, jualan pin, kaos dan lain sebagainya. Termasuk pelatihan pada tanggal 5-6 Maret 2011, dimana keuntungan yang kami dapatkan juga disisihkan untuk menutup biaya hosting dan domain JLN. Sejak berdiri sampai dengan saat ini (maret 2011) biaya hosting dan domain baru menghabiskan dana Rp. 90.000+(45.000*3)=Rp. 225.000.

Kerjasama
Komunitas ini, dalam kegiatannya juga membuka diri bekerjasama dengan kelompok-kelompok pustakawan yang sudah ada. Komunitas tidak ingin tertutup dari realitas kepustakawaan yang luas. Selain dengan kelompok-kelompok perpustakaan/pustakawan, komunitas juga bekerja dengan institusi tertentu. Institusi ini tidak harus universitas, tapi bisa juga sekolah, lsm dan lain sebagainya. Tercatat komunitas pernah mengadakan belajar bersama di SMA 1 Yogyakarta, SD Sriharjo Bantul, LSM Combine, FISIPOL UGM, SMK Rota Bayat Klaten dan lain sebagainya.

Kenapa isi JLN mencapai puluhan ribu judul?
Siapa anggota JLN?

JLN diisi oleh perpustakaan yang telah menggunakan SLiMS. Ada yang menawarkan diri untuk bergabung, ada yang kemudian mengijinkan datanya digabungkan karena menggunakan jasa kami untuk migrasi dan lain sebagainya. Bertambahnya koleksi di JLN lebih dititik beratkan pada aspek "kultural" dari pada struktural. Kebersamaanlah yang kami bangun dalam komunitas ini.

Dengan menawarkan keuntungan ketika bergabung, maka para pengelola perpustakaan menjadi tertarik. Beberapa keuntungan yang didapat diantaranya perpustakaan yang menggabungkan koleksinya di JLN secara otomatis telah shodaqoh data. Karena data mereka dapat dinikmati oleh pustakawan lain dengan fasilitas copy catalog. Keuntungan lainnya, koleksi mereka dapat diketahui oleh khalayak, sehingga visibilitas perpustakaan mereka menjadi terangkat. Dua keuntungan ini mengindikasikan keuntungan dunia dan juga akherat :)

Keuntungan ini dipadu dengan dibebaskannya perpustakaan yang bergabung dalam pembiayaan. Sampai saat ini, JLN masih bertahan dengan konsep perpustakaan yang bergabung dalam JLN tidak dibebani biaya.

Bagaimana dengan yang tidak menggunakan SLiMS?
Komunitas SLiMS tidak ingin membedakan aliran teknologi, apapun software yang digunakan, siapapun yang membuat, kami terbuka untuk penggabungan koleksi di JLN. Bahkah perpustakaan pribadipun kami terima. Dalam pandangan para pegiat komunitas ini, koleksi pribadi orang perorang khususnya di Yogyakarta pastilah banyak dan bervariasi. Akan sangat bermanfaat jika diijinkan untuk dikelola dalam katalog bersama.

Keuntungan bagi pegiat Komunitas SLiMS.
Ada yang berpendapat bahwa menggunakan opensource, dan hanya bisa menggunakan saja, tanpa bisa memodifikasi atau mengembangkan itu sangat rugi.
Dalam kajian teknologi, apapun jenis teknologinya pasti mengandung potensi efek yang tidak diperkirakan sebelumnya. Hal ini diperkuat pandangan bahwa teknologi itu tertanam dalam kondisi sosial budaya tertentu.
Komunitas ini, dalam kaitannya dengan SLiMS ingin menutup efek yang muncul dari perkembangan teknologi yang ada sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan visi atau kode etik dari opensource yang merupakan ruh dari SLiMS (bebas menggunakan, memodifikasi, menyebarkan).
Nah, ketika ada efek dari penggunaan Opensource/SLiMS yang muncul dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, maka muncul kegiatan yang menutupnya. Komunitas selalu mendorong para pegiat SLiMS untuk belajar tentang programming dan mengembangkan, sehingga para pegiat SLiMS dalam mengambil peran optimal dalam komunitas.
Komunitas, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan para pegiatnya, baik kemampuan yang formal dan bersertifikat (sertifikat pelatihan, instruktur pelatihan) maupun kemampuan yang tidak terlihat secara formal. Peningkatan inilah yang diharap dapat digunakan dalam pengelolaan perpustakaan dimanapun berada.


Munculnya berbagai komunitas SLiMS
Setelah Jogjakarta, muncul komunitas SLiMS Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur/Surabaya, Semarang, kemudian Pati. Beberapa perpustakaan daerah juga banyak yang menggunakan SLiMS untuk bimbingan teknis bagi perpustakaan sekolah yang ada diwilayahnya.
Sekelumit perjalanan komunitas SLiMS Jogja di atas, semoga dapat menjadikan inspirasi tentang pengelolaan komunitas lain, --baik komunitas SLiMS atau bukan SLiMS-- di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar