Selasa, 25 Desember 2012

SLiMS Commeet2012.... meetup yang luar biasa

File Meetup dapat diunduh di http://slims.web.id/download/filecommeet2012/

Sabtu dan Minggu, 1-2 Desember 2012 menjadi kenangan luar biasa bagi para pegiat SLiMS Indonesia. Acara meetup yang dihelat di Ruang Seminar Magister Administrasi Publik UGM yang dihadiri oleh lebih dari 170 pegiat SLiMS berlangsung dengan lancar.

Peserta yang hadir, berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari Aceh, Padang, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Semarang, Pekalongan, Kudus, Pacitan, Jogja, Madiun, Malang, Madura, Surabaya, Bali, Kalimantan, Makassar serta berasal pula dari berbagai jenis perpustakaan. Perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, lsm, lembaga negara, perpustakaan daerah, mahasiswa ilmu perpustakaan, dosen ilmu perpustakaan dan lain sebagainya. Selama masa pendaftaran peserta, panitia sempat menolak karena kapasitas ruang yang terbatas. Ruang seminar hanya sanggup menampung 120 orang dalam kondisi normal ini akhirnya ditambahi kursi agar dapat menampung peserta, dengan ditambah pula kursi diluar ruangan disertai layar lebar.

Seminar dibuka dengan sambutan dari ketua Panitia, Sdr. Heri Abiburachman Hakim. Beliau menyatakan bahwa ini adalah kegiatan Komunitas SLiMS Indonesia yang dikoordinir berbagai elemen komunitas dari berbagai daerah yang bekerjasama dengan Perpustakaan MAP UGM. Hal yang mengejutkan adalah, sebagaimana disampaikan Heri Abi, bahwa kegiatan ini adalah bentuk kontribusi komunitas yang selama ini menggunakan SLiMS kepada developer sehingga keuntungan atau "sisa dana" dari kegiatan ini akan didedikasikan kepada Developer SLiMS.

Seminar, sebagai rangkaian acara pertama diisi oleh Hendro Wicaksono (Lead Dev SLiMS), Arie Nugraha (Core Programmer SLiMS), Farli ELnumeri (Ketua ISIPII) dan dimoderatori oleh Muhammad Azwar, M.Hum (Komunitas SLiMS Makassar).

Dalam paparannya, Arie Nugraha menyampaikan berbagai hal terkait perkembangan teknologi dan imbasnya terhadap perpustakaan. Selain itu beliau juga menyinggung perkembangan isu-isu dalam dunia kepustakawananan. Mulai dari cloud computing, RFID, mobile library, dan juga RDA sebagai tata aturan yang ditawarkan untuk pengelolaan data koleksi perpustakaan.

Sesi kedua, Farli Elnumeri meringkas makalah yang diberikan kepada peserta dengan satu slide yang sangat provokatif. "Berani tidak komunitas SLiMS Indonesia mendorong Perpustakaan Nasional untuk konsentrasi pada tugas utamanya, kerjasama Katalog Induk Nasional?".

Farli melihat selama ini Komunitas SLiMS telah tumbuh dengan kekuatan komunitas yang mampu membentuk jejaring perpustakaan secara nasional. Hal ini yang kemudian menjadi nilai lebih komunitas.

Sesi tanya jawab dibagi 2 termin. Antusias peserta dalam bertanya sangat tinggi, apalagi dengan adanya doorprize yang diberikan oleh perpustakaan kota Jogjakarta. Pertanyaan teknis ataupun konseptual muncul dari peserta. Pada sesi inilah, panitia dan semua peserta mengetahui bahwa peserta berasal dari berbagai daerah dengan berbagai dinamikanya.

Sebelum diakhiri, Bung Sonny and the backbone yang menamakan dirinya "Rockalovast" didaulat memetik gitar dan menyanyikan lagu "SLiMS for US" yang diklaim sebagai lagu kebangsaannya SLiMS.

Ada hal unik lagi dalam seminar ini. Jika biasanya cinderamata kepada pembicara dan moderator diberikan oleh panitia atau pejabat yang hadir, namun tidak demikian dalam seminar ini. Panitia justru menunjuk peserta dari berbagai daerah di Indonesia untuk menyerahkan cinderamata kepada pembicara dan moderator. Disinilah ruh komunitas muncul, peserta antusias ingin menyerahkan cinderamata tersebut.

---------------------------------

Selesai seminar, acara disambung dengan acara Meetup Komunitas. Acara dibuka dengan presentasi dari berbagai komunitas. Mulai dari komunitas SLiMS Kudus, Summatra barat, Presentasi Metro Template oleh bung Waris Widodo (Pekalongan). Pada sesi ini, peserta dibuat terkesima dengan aktivitas pegiat SLiMS Kudus dan Sumbar yang terkenal aktif. Kedua komunitas ini tidak hanya berkutat pada sisi teknologisnya SLiMS namun juga kerja-kerja sosial dalam pengembangan Perpustakaan. Mereka mendampingi perpustakaan sekolah sampai perguruan tinggi dalam implementasi SLiMS.

Sementara bung Waris Widodo bercerita tentang proses kreatif pembuatan Metro Style Template dan juga mendemokannya. Apa yang dilakukannya merupakan cambuk, bahwa jika kita serius kita akan bisa.

Acara berikutnya adalah klasikal dengan beberapa kelompok. Beginner, advanced/bengkel dan coding. Waktu yang terbatas membuat sesi ini tidak bisa optimal dilakukan. Namun demikian konsep-konsep dasar dapat diperoleh oleh peserta.

---------------------------------

Meetup disambung hari minggu pagi, 2 Desember 2012. Dimulai dengan pemanasan oleh Bung Muhtarom tentang penggunaan SLiMS. Berikutnya acara dipegang oleh Bung Wardiyono dan Bung Arie Nugraha yang diisi dengan melanjutkan presentasi komunitas.

Komunitas SLiMS Malang yang diwakili oleh Bung Prima Bagus Prasetyo mendemokan modifikasi SLiMS sebagai sistem inventaris barang dan sistem penjualan tiket. Presentasi kedua disampaikan oleh Andika dari SLiMS Yarsi. Andika mendemokan plugin virtual keyboard bahasa Arab.

Video lain, silakan lihat di:
http://www.youtube.com/channel/UCXn0EBB9EQjhpiDwoOa4i_g?feature=plcp
Dengan tetap dipimpin oleh Bung Wardiyono dan Arie Nugraha, acara berikutnya adalah FGD. FGD difokuskan pada "apa yang diinginkan atau mau diapakan SLiMS ke depan". FGD dibagi menjadi 3 kelompok: perguruan tinggi di moderatori oleh bung Arie Nugraha dan M. Azwar, perpustakaan sekolah oleh Bung Wardiyono dan Eddy Subratha, perpustakaan umum dan lembaga negara oleh bung Hendro Wicaksono dan Bung Heri Abuburachman Hakim.

Selanjutnya hasil FGD dipresentasikan kepada semua peserta. Berbagai ide yang muncul dari para peserta menjadi hal berharga dalam pengembangan SLiMS ke depan.

"SLiMS adalah gerakan sosial", "SLiMS itu bottom-up", "SLiMS itu komunitas", "SLiMS is librarian social network" mungkin itulah yang menjadi beberapa kesimpulan dari acara Meetup 2 hari di Jogjakarta.

Selasa, 11 Desember 2012

Komunitas SliMS Indonesia: bagaimana bentuk idealnya?

Sumber: di sini
Menyambung tulisan saya sebelumnya (ini), terkait komunitas SliMS yang ada di Indonesia dan juga terkait dengan kegiatan Komunitas SliMS beberapa waktu yang lalu saya akan mencoba memberikan sumbangan fikiran terkait bagaimana sebaiknya bentuk komunitas SliMS itu?

Hampir, bahkan semua Komunitas SliMS terbentuk diawali oleh hobby terkait SliMS. Hobby mengoprek, memodifikasi, penasaran bagaimana menggunakan dan seterusnya mengantarkan berbagai daerah mendirikan komunitas sebagai sarana belajar bersama. Sejarah komunitas ini, diawali oleh komunitas SliMS Yogyakarta yang berdiri sekitar tahun 2010-an awal.

Jika melihat komunitas lain, komunitas SliMS dapat disamakan atau paling tidak hampir sama dengan komunitas-komunitas TI di berbagai bidang. Komunitas Ubuntu (ubuntu-id), KSL (kelompok studi linux), komunitas blender dll. Komunitas-komunitas ini mempunyai anggota yang beragam. Komunitas SliMS, meski unsur utamanya pustakawan namun banyak juga dari guru, dosen, mahasiswa dan juga orang IT. Demikian juga komunitas Ubuntu serta komunitas lainnya.

Namun demikian, ada pula perbedaan pada beberapa komunitas tersebut. Komunitas SliMS, menggunakan SliMS terutama untuk manajemen perpustakaan, dan dalam pengelolaan perpustakaan tidak hanya sekedar SliMS atau teknologi saja. Namun, perpustakaan juga digerakaan dengan berbagai ilmu lainnya. Psikologi, pemasaran, komunikasi, sosiologi, dan lain sebagainya.

Kegiatan utama komunitas SliMS selama ini adalah bagaimana cara menggunakan dan memodifikasi SliMS. Berbagai komunitas aktif melakukan pertemuan bulanan atau berkala lainnya dalam rangka belajar bersama, atau yang disebut dengan “sinau bareng”.

Beberapa kritik muncul dipermukaan.
“Apakah pepustakaan cukup digerakkan dengan teknologi saja?”
“Jangan sampai para pustakawan atau calon pustakawan hanya terfokus pada teknologi, namun melupakan sisi-sisi lain kepustakawanan!!”

Bagi saya, ini memang beralasan terutama bagi orang diluar komunitas yang melihat gerak komunitas hanya (dalam pandangan mereka) pada ranah teknologi saja.

Namun apakah benar demikian? Menurut saya tidak sepenuhnya pernyataan atau kekhawatiran ini benar.

Setidaknya telah ada beberapa komunitas yang memulai menggabungkan sisi-sisi keilmuan selain teknologi informasi perpustakaan dalam kegiatan komunitas SliMS.

-----

Bagaimana seharusnya bentuk ideal komunitas SliMS?
Sebagai sebuah wadah yang tidak memiliki garis struktur yang ketat dari tingkat bawah sampai atas, justru membuat komunitas SliMS terpacu untuk berinovasi. Bagaimana bentuk inovasi yang dapat mendekatkan komunitas pada bentuk idealnya?

1. Kegiatan
Komunitas SliMS semestinya mempunyai kegiatan-kegiatan berkala sebagai wahana bertemunya para pegiat komunitas. Kegiatan ini dapat dilakukan bulanan, 2 bulanan atau kapanpun ketika ada waktu bertemu. Pertemuan sebaiknya tidak hanya disatu tempat saja, namun bergiliran dari perpustakaan satu ke perpustakaan lainnya yang berbeda jenisnya. Misalnya: pertemuan pertama di perpustakaan sekolah, kedua di perpustakaan perguruan tinggi dan seterusnya. Hal ini akan menambah “kekayaan” pengalaman komunitas dalam berkegiatan.
Kegiatan dalam pertemuan, jangan hanya terkait dengan SliMS saja. Namun sebaiknya komunitas SliMS juga memfasilitasi anggota komunitas dalam mempelajari berbagai hal terkait ilmu perpustakaan.
Misalnya: pengolahan koleksi, komunikasi dengan pemustaka, advokasi (bersama organisasi profesi), diskusi layanan perpustakaan, diskusi isu mutakhir ilmu perpustakaan dan informasi, shelfing yang baik, tata ruang perpustakaan, pengembangan koleksi dan lain sebagainya.
Bagaimana dengan jumlah partisipan kegiata sinau bareng atau berkegiatan?
TIDAK usah terpaku pada jumlah, berapapun jumlah yang datang tetap dapat dijalankan. Bahkan meski hanya 2 orang saja..
2. Kerjasama
Jangan sampai komunitas SliMS merasa cukup dengan komunitasnya. Komunitas harus tetap dan terus bekerjasama dengan komunitas/organisasi lain. Misalnya Perpustakaan Daerah, ATPUSI, APISI, IPI, Forum Pustakawan di daerah, Komunitas Opensource, Komunitas Ubuntu dan berbagai organisasi lainnya.
Dengan demikian, gerakan akan menjadi lebih terasa efeknya serta jika muncul permasalahan dapat dipecahkan secara bersama-sama.
Kerjasama ini, seyogyanya diikuti dengan pembagian area/wilayah kerja. Misalnya Komunitas SliMS bekerjasama dengan ATPUSI, maka Komunitas dapat mengambil peran terkait implementasi teknologi dan ATPUSI dapat mengambil peran dalam aspek non-teknologi dan advokasi.
3. Produk dan jasa
Kegiatan komunitas SliMS, dalam belajar menggunakan SliMS dan kegiatan lain terkait kepustakawanan semestinya menghasilkan produk yang dapat dinikmati bersama. Ada berbagai bentuk produk yang mungkin diciptakan oleh komunitas.
Misalnya: produk pendampingan perpustakaan yang menghasilkan bentuk perpustakaan (misal perpustakaan sekolah) yang lebih baik dari sisi teknologi, layanan, tata ruang dan lain sebagainya. Hal ini adalah yang paling mudah dilakukan oleh komunitas, dan akhirnya manfaat dari komunitas akan dapat dirasakan oleh anggota.
Produk lain misalnya: modifikasi SliMS, katalog induk, website komunitas, pengabdian masyarakat terkait perpustakaan desa dan lain sebagainya. Hasil modifikasi, penambahan plugin SLiMS semestinya juga dibagikan lagi ke komunitas agar komunitas lain dapat menikmati karya antar komunitas.
Selain produk, komunitas selayaknya juga menawarkan jasa kepada pihak lain yang membutuhkan. Misalnya jasa implementasi SliMS, dari instalasi, modifikasi, migrasi, pelatihan, pengolahan koleksi dan lain sebagainya.
Hasil dari jualan jasa ini dapat digunakan untuk modal menggerakkan komunitas.
4. Keanggotaan dan keuntungan menjadi anggota
Keanggotaan komunitas, selama ini masih bersifat cair dan tanpa tanda anggota. Konsekuensinya, ikatan menjadi berdasar emosional semata. Hal ini akan lebih baik lagi jika digabung dengan model keanggotaan tercatat sekaligus penjelasan keuntungan menjadi anggota resmi komunitas SliMS.
Misalnya: keanggotaan dibedakan menjadi anggota personal dan anggota atas nama perpustakaan. Anggota mendapatkan kartu anggota, dan berhak mendapatkan berbagai keuntungan dalam berkomunitas. Anggota wajib membayar iuran ketika pertemuan berkala.
Keuntungan bergabung menjadi komunitas misalnya: mendapat pendampingan implementasi SliMS dalam bentuk konsultasi, diskusi dan hal lain sesuai kemampuan para penggerak komunitas, mengikuti belajar bersama, bergabung dalam katalog induk dan lain sebagainya. Keuntungan ini ditentukan bersama oleh komunitas.
5. Hubungan emosional
Hubungan emosional, dalam hal ini adalah hubungan antar anggota komunitas dan dengan komunitas SliMS di tempat lain serta kepada developer. Hal ini dimaksudkan sebagai sarana untuk terus menciptakan bentuk komunitas yang ideal dengan berbagai kegiatannya.
Hubungan ini dapat dibentuk dengan aktif mengikuti diskusi di forum diskusi SliMS, menjawab pertanyaan yang muncul, saling berbagi ketika berkunjung ke daerah lain dan lain sebagainya.

Beberapa komunitas, saya kira telah memulai hal ini. Komunitas SliMS kudus dengan kegiatan kreatifnya dan kerjasamanya dengan berbagai elemen komunitas di Kudus (KPLI, ATPUSI dll), bahkan pernah mengadakan seminar atau pelatihan dengan menggandeng ATPUSI Kudus. Hal ini saya kira harus ditiru oleh berbagai komunitas SliMS di Indonesia. Selain SliMS Kudus, adapula SliMS pacitan dengan kreatifitas rekan mahasiswa UT, SLiMS malang yang digerakkan oleh pegiat IT dan Dosen dan kreatifitasnya yang luar biasa, trenggalek yang inovatif, sumatra barat yang militan, aceh yang pernuh perjuangan dan lain sebagainya.

Semangat kebersamaan, saya yakin ada pada para pustakawan atau tenaga perpustakaan di Indonesia. Hanya saja bagaimana mewujudkan atau memulainya, dengan siapa harus memulainya menjadi persoalan tersendiri.

Kita patut berbangga dengan rekan-rekan di daerah yang begitu gesit dalam bergerak. Realitas perpustakaan yang ada di daerah, pastinya mempunyai lahan lebih luas untuk digarap oleh komunitas SliMS Indonesia...

SLiMS adalah perekat, selebihnya kegiatan komunitas SLiMS harus menyeluruh.....
Komunitas SLiMS tidak hanya menggarap cara menggunakan SLiMS, namun juga dalam pengolahan koleksi, promosi perpustakaan, pendidikan pemakai, literasi informasi, isu mutakhir informasi dan lain sebagainya....

*tulisan yang seadanya, semoga ada yang mau menyempurnakannya, agar menjadi pedoman para pegiat SLiMS*