Keempat komunitas mengirimkan wakilnya menjadi narasumber pada acara ini, ATPUSI di wakili oleh Pak Halim, Heri Abi dari SLiMS, Muklis dari ALUS dan LKPI diwakili oleh Supriyanto. Semua membahas "membaca" dikaitkan dengan peran organisasinya masing masing. Acara ini dimoderatori oleh Arsidi, SIP yang merupakan ketua ATPUSI Jogjakarta.
Dengan lihat, sang moderator juga mengajak audiens untuk ikut menyampaikan uneg-unegnya. Tercatat beberapa audiens ikut berkomentar, baik dari perpustakaan perguruan tinggi, mahasiswa, perpustakaan SD dan lain sebagainya.
Ada peserta yang menyatakan bahwa ketika ingin mengembangkan perpustakaan terbentur pada aspek kebijakan pimpinan, adapula yang menyayangkan terputusnya keberlangsungan pengelolaan perpustakaan pada tiap tingkatan di sekolah. Ketika SD murid mendapatkan perpustakaan yang "hidup" namun ketika SMP mereka kaget karena perpustakaannya tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Pada sesi akhir, panitia pameran berkenan ikut bicara. Panitia menanggapi selentingan tentang mahalnya buku. Beliau mengatakan bahwa buku belum menjadi kebutuhan pokok, masih kalah dengan bensin atau pulsa. Hal ini disampaikan sambil mengajak untuk menjadikan buku sebagai kebutuhan pokok.
Pada kesempatan ini, melalui moderator juga dibagi doorprize berupa 10 CD master SLiMS. Para peserta juga mendapatkan stiker SLiMS dan JogjaLib.NET. Peserta datang dari berbagai pelosok daerah, mulai dari kawasan Jogjakarta sendiri, Bantul, Sleman, Klaten, Magelang bahkan dari Purworejo.
Para peserta juga dipersilakan untuk mengunjungi stand perpustakaan yang dihuni oleh beberapa komunitas di atas.
Foto: Eddy Subratha
Video: Purwoko
ni kurang satu .....
BalasHapusperwakilan dari panitiaaa
menarik sekali kegiatan atpusi jogja,,, kpan y NTB bsa mengikuti kgiatan sprti nhe ???
BalasHapuspak Arsidi tlng dong kiat".a
perpustakaan harus dapat berkembang dan mneegrti perilaku pasar(baca: target pasar perpustakaan) sekarang. ubah paradigma perpustakaan kuno,deretan buku saja atau bahkan deretan buku2 tua. yang perlu diingat adalah makin banyak pilihan2 alternatif pasar untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhannya akan ilmu dan pengetahuan. contoh internet,sekolah,dll. dan barier atau hambatan2 pasar menuju ke perpustakaan juga perlu diperhitungkan seperti makin terbatasnya waktu (ingat perpus2 yang ada sekarang cenderung jauh dari fasilitas umum. kalau bisa one stop all benefid. sekali mengunjungi suatu lokasi sudah ada hiburan,foodcord,pertokoan dll.
BalasHapus